Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pendidikan, Informasi, Perilaku dan Higiene Perorangan dengan Kejadian Vaginitis Pada Ibu Di Kelurahan Kalibanteng Kulon Kota Semarang Tahun 2009

Chaira Chofifah, 6537762009 (2009) Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pendidikan, Informasi, Perilaku dan Higiene Perorangan dengan Kejadian Vaginitis pada Ibu Di Kelurahan Kalibanteng Kulon Kota Semarang Tahun 2009. Under Graduates thesis, Universitas Negeri Semarang.
PDF (Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pendidikan, Informasi, Perilaku dan Higiene Perorangan dengan Kejadian Vaginitis pada Ibu Di Kelurahan Kalibanteng Kulon Kota Semarang Tahun 2009) - Published Version
Restricted to Registered users only

Request a copy

    Abstract

    Vaginitis banyak dialami oleh wanita termasuk dalam masa kehamilan dan mencapai sekitar 40 sampai 50% dari kasus pada perempuan usia reproduksi. Dari observasi awal melalui pengambilan data dari Griya ASA di Resosialisasi Argorejo Kota Semarang, penyakit vaginitis menempati urutan pertama 42,85 % dari seluruh penyakit IMS yang ada di kelurahan Argorejo Kota Semarang. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah hubungan antara tingkat pengetahuan, pendidikan, informasi, perilaku dan higiene perorangan dengan kejadian  vaginitis pada Ibu di kelurahan kalibanteng kulon  Kota Semarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan, pendidikan, informasi, perilaku dan higiene perorangan, dengan kejadian  vaginitis pada Ibul di Resosialisasi Argorejo Kota Semarang. Jenis penelitian ini adalah survey analytical method menggunakan metode survei dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu di kelurahan Argorejo Semarang. Cara pengambilan sampel pada penelitian ini ditentukan dengan menggunakan Simple random sampling dan didapatkan jumlah sampel sebesar 35 responden. Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner, alat swab vagina, mikroskop. Data primer diperoleh dengan cara pemeriksaan dan wawancara langsung. Data sekunder diperoleh dari Griya ASA PKBI Kota Semarang. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat (menggunakan uji Fisher dengan derajat kemaknaan 0,05). Dari hasil uji Fisher diperoleh nilai signifikansi, p value tingkat pengetahuan 0,018 < 0,05 maka Ho ditolak sehingga ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian  vaginitis, p value pendidikan p = 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak sehingga ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kejadian vaginitis, p value informasi p = 0,006 < 0,05 maka Ho ditolak sehingga ada hubungan yang bermakna antara informasi dengan kejadian vaginitis, p value perilaku p = 0,002 < 0,05 maka Ho ditolak sehingga ada hubungan yang bermakna antara perilaku dengan kejadian vaginitis, sedangkan p value Higiene perorangan p = 0,004 < 0,05 maka Ho diterima sehingga  ada hubungan yang bermakna antara higiene perorangan dengan kejadian vaginitis di kelurahan kalibanteng kulon Argorejo Kota Semarang. Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian vaginitis, ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian vaginitis, ada hubungan antara informasi yang diterima ibu dengan kejadian vaginitis, ada hubungan antaraperilaku dengan kejadian vaginitis, ada hubungan yang bermakna antara higiene perorangan dengan kejadian vaginitis di Kelurahan Kalibanteng Kulon Kota Semarang. Saran yang dianjurkan untukibu diKelurahan Kalibanteng Kulon Kota Semarang untuk selalumeningkatkan higiene perorangan, bagi unit pelayanan kesehatan untuk meningkatkan penyuluhan mengenai higiene peroranganibu agar tetap baik, dan bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian dengan tema yang sama diharapkan dapat lebih baik lagi dan mencoba meneliti variabel lain yang berhubungan dengan menggunakan metode penelitian yang lain.

    Keberhasilan Laktasi

    Agustus 2011

    Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik untuk bayi, tidak satupun makanan lain yang dapat menggunakan ASI, karena ASI mempunyai kelebihan yang meliputi tiga aspek yaitu aspek gizi, aspek kekebalan dan aspek kejiwaan berupa jalinan kasih sayang penting untuk perkembangan mental kecerdasan anak (Depkes RI, 2005,p.1).

    Menyusui adalah suatu proses ilmiah. Berjuta-juta ibu di seluruh dunia berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang ASI bahkan ibu yang buta huruf pun dapat menyusui anaknya dengan baik. Walaupun demikian dalam lingkungan kebudayaan kita saat ini melakukan hal yang alamiah tidaklah selalu mudah (Utami Roesli, 2009,p.2).

    Teknik menyusui merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ASI dimana bila teknik menyusui tidak benar, dapat menyebabkan puting susu lecet dan menjadikan ibu enggan menyusui sehingga bayi tersebut jarang menyusu. Enggan menyusu akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Namunsering kali ibu- ibu kurang mendapatkan informasi tentang manfaat ASI dan tentang menyusui yang benar (Utami Roesli, 2005, p.1).

    Menurut Maribeth Hasselqist (2006) Kendala terhadap pemberian ASI telah teridentifikasi, hal ini mencakup faktor-faktor seperti kurangnya informasi dari pihak perawat kesehatan bayi, praktik-praktik rumah sakit yang merugikan seperti pemberian susu formula dan suplemen bayi tanpa kebutuhan medis, kurangnya perawatan tindak lanjut pada periode pasca kelahiran dini, kurangnya dukungan dari masyarakat luas. Kegagalan dalam proses menyusui sering disebabkan karena timbulnya beberapa masalah, baik masalah pada ibu maupun bayi. Pada sebagian ibu yang tidak paham tentang cara menyusui yang benar, kegagalan menyusui sering dianggap sebagai problem pada anaknya saja. Selain itu ibu sering mengeluh bayinya sering

    menangis atau “menolak” menyusu, dan sebagainya yang sering diartikan bahwa ASI nya tidak cukup, atau ASI nya tidak enak, tidak baik ataupun pendapatnya sehingga sering menyebabkan diambilnya keputusan untuk menghentikan menyusui. Pada bayi masalah dalam menyusui yaitu sering menjadi “bingung puting” atau sering menangis, BB bayi turun, bahkan bisa menyebabkan bayi kuning (ikterik) karena bayi tidak mendapatkan ASI yang cukup. Dampak dari teknik menyusui yang salah pada ibu yaitu ibu akan mengalami gangguan proses fisiologis setelah melahirkan, sering kali ibu- ibu kurang mendapatkan informasi tentang manfaat ASI dan tentang menyusui yang benar (Utami Roesli, 2005, p.1).

    Menurut Maribeth Hasselqist (2006) Kendala terhadap pemberian ASI telah teridentifikasi, hal ini mencakup faktor-faktor seperti kurangnya informasi dari pihak perawat kesehatan bayi, praktik-praktik rumah sakit yang merugikan seperti pemberian susu formula dan suplemen bayi tanpa kebutuhan medis, kurangnya perawatan tindak lanjut pada periode pasca kelahiran dini, kurangnya dukungan dari masyarakat luas. Kegagalan dalam proses menyusui sering disebabkan karena timbulnya beberapa masalah, baik masalah pada ibu maupun bayi. Pada sebagian ibu yang tidak paham tentang cara menyusui yang benar, kegagalan menyusui sering dianggap sebagai problem pada anaknya saja. Selain itu ibu sering mengeluh bayinya sering menangis atau “menolak” menyusu, dan sebagainya yang sering diartikan bahwa ASI nya tidak cukup, atau ASI nya tidak enak, tidak baik ataupun pendapatnya sehingga sering menyebabkan diambilnya keputusan untuk menghentikan menyusui. Pada bayi masalah dalam menyusui yaitu sering menjadi “bingung puting” atau sering menangis, BB bayi turun, bahkan bisa menyebabkan bayi kuning (ikterik) karena bayi tidak mendapatkan ASI yang cukup. Dampak dari teknik menyusui yang salah pada ibu yaitu ibu akan mengalami gangguan proses fisiologis setelah melahirkan, seperti puting susu lecet dan nyeri, payudara bengkak bahkan bisa sampai terjadi mastitis atau abses payudara dan sebagainya

    Dari hasil penelitian Winarno (1990), menggolongkan bahwa berbagai faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan laktasi yaitu, faktor ibu 39,7%, faktor bayi 36,7%, teknik menyusui 22,1%, faktor anatomis payudara 1,5%. Pada dasranya gangguan laktasi tersebut dapaat dicegah dan diatasi sehingga tidak menimbulkan kesukaran. Suatu contoh kasus misalnya sekitar 57% dari ibu menyusui menderita kelecetan putingnya.

    Hasil penelitian Dewi Masitoh (2009) bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu post partum primipara dengan teknik menyusui yang benar menunjukkan 42 responden didapatkan responden yang berpendidikan dasar (SD,SMP) sebanyak 8 responden (19%), yang berpendidikan tinggi sebanyak 2 responden (4,8%) dan sebagian besar responden berpendidikan menengah (SMA) yaitu sebanyak 32 (76,2%). Sedangkan untuk tingkat pengetahuan 15 responden (35,7%) berpengetahuan baik, 16 responden (38,1%) berpengetahuan kurang. Praktik menyusui ibu dengan kategori baik sebanyak 26 responden (61,9%) dan kategori tidak baik sebanyak 16 responden (38,1%).

    Tingkatan pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberikan respon. Semakin ibu yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang ada, sebaliknya ibu yang berpendidikan rendah maka akan memberikan respon masa bodoh terhadap informasi. Dengan pendidikan yang rendah baik secara formal maupun informal meyebabkan ibu kurang memahami tentang teknik menyusui yang benar (Notoadmojo, 2003, p.58).

    Pekerjaan ibu akan berpengaruh terhadap cara menyusui yang benar dikarenakan ibu yang bekerja akan mempunyai waktu yang sempit untuk menyusui anaknya sehingga ibu tidak terlalu memperhatikan perawatan terhadap bayinya dan kurangnya kesabaran dalam menyusui bayinya maka kegagalan dalam proses menyusui sering terjadi (Utami Roesli, 2005, p.59).

    Pengetahuan ibu tentang teknik menyusui yang benar sangat penting sebab dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langsung diterima dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmojo, 2003, p.118).